About

Kamis, 26 September 2019

Kamu tim mana? Belanja Online atau Belanja Offline?

Dokumen pribadi

Belanja merupakan kegiatan transaksi jual dan beli yang sudah ada sejak zaman dahulu. Proses jual beli yang dilakukan pun sudah berubah dari cara barter yaitu tukar menukar barang transaksi hingga dengan nilai tukar uang.

Di zaman modern ini banyak inovasi yang dilakukan oleh manusia salah satunya yaitu E-commerce atau biasa disebut dengan perdagangan elektronik di mana penjual dan pemasar menggunakan sistem elektronik baik menggunakan sistem televisi, social media, internet, maupun jaringan komputer untuk menjual dan memperkenalkan barang atau jasa kepada khalayak luas.

Di tahun 2005, sudah ada toko online yang berdiri  di Indonesia yaitu tokobagus.com dan sudah memiliki sekitar 1.000.000 pengunjung setiap harinya. Mengingat pada zaman itu teknologi internet masih cukup mahal, dengan adanya 1 juta pengunjung di situs tokobagus.com menunjukan bahwa toko online dibutuhkan oleh masyarakat.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan jaringan internet serta biayanya yang semakin murah, banyak toko online yang bermunculan seperti, Lazada, Zalora, Blibli, Tokopedia, Shopee, JD.id, dan lain-lain.

Dengan adanya inovasi ini pembeli dapat menghemat waktu dan tidak perlu datang dan mencari-cari barang lagi ke setiap toko karena layanan E-commerce ini dapat diakses di mana pun dan kapan pun selama masih memiliki jaringan internet. Selain itu juga banyak diskon yang ditawarkan sehingga banyak  pembeli yang beralih dari belanja di toko konvensional menjadi berbelanja di toko online.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Nur Afiyah, remaja berusia 20 tahun ini hampir setiap bulan dan event tertentu suka berbelanja di toko online, “Aku lebih pilih belanja online sih kalau untuk beli pakaian atau make up karena pilihannya lebih banyak di toko online daripada di toko konvensional. Kalau untuk barang elektronik kayak beli laptop, aku lebih pilih di toko konvensional karena bisa cek fisiknya dulu sebelum deal untuk membeli,” ujarnya.

Toko Konvensional
Di lain hal masih ada sebagian pembeli yang memilih untuk belanja di toko konvensional. Dengan alasan, untuk memastikan barang yang akan dibeli terlebih dahulu dan juga dapat langsung memakai barang yang dibeli.

Seperti yang diungkapkan oleh Wike (21), dia berpendapat bahwa dirinya lebih suka belanja di toko konvensional karena masih butuh bertatap muka dalam transaksi jual-beli dan dapat membandingan service terbaik dalam setiap tokonya.

Hal senada juga diungkapan oleh Yanti, seorang ibu rumah tangga, yang saya jumpai di Pasar Ciracas, “Saya lebih milih belanja ke pasar daripada online ataupun ke mall. Karena ga mungkin aja beli cabai, bawang, di toko online atau jauh-jauh ke mall. Lebih baik belinya ke pasar, harganya bisa ditawar dan juga bisa ngobrol dengan para penjualnya.”

Di samping itu banyak juga toko konvensional yang mengikuti perubahan zaman, salah satunya adalah Matahari Departement Store (MDS). Toko MDS milik Lippo Group ini juga meluncurkan toko versi online-nya yaitu Mataharistore.com.

Selain itu, ada juga toko konvensional yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan pesatnya perkembangan bisnis berbasis online. Di tahun 2017, sudah ada toko konvensional yang secara resmi menutup tokonya. Seperti, Lotus Departement Store, Debenhams Department Store, Hero, dan beberapa cabang toko dari Ramayana hingga Matahari.


Dari hal ini dapat dikatakan bahwa kita tidak bisa menolak apalagi mengabaikan perkembangan zaman, tetapi sebaliknya kita harus mengikuti perkembangan zaman dan mengambil nilai positifnya. Sehingga para pelaku usaha toko konvensional tidak bisa menyalahkan toko online atas rontoknya bisnis ritel offline, karena semua keputusan untuk melakukan belanja ditentukan oleh pembeli itu sendiri. Pembeli dapat memilih lebih nyaman berbelanja di toko online atau di toko konvensional.

Minggu, 15 September 2019

Pendidikan dimulai dari Keluarga



Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia sebagai bekal untuk menjalani kehidupannya. Dalam hal ini, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, seperti perbaikan kurikulum, memberikan bantuan dana, pengadaan buku paket, dsb. Tetapi, pendidikan tak hanya didapatkan di sekolah – pendidikan juga diperoleh di lingkungan masyarakat bahkan di lingkungan keluarga.

Peran keluarga inilah yang paling berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan anak. Masih banyak orang tua yang kurang menyadari hal ini bahkan terbilang lalai dalam mengawasi pendidikan anaknya.

Pendidikan terkecil itu dimulai dari keluarga. Orang tua wajib memberikan pendidikan kepada anaknya karena proses pembelajaran anak berlangsung sejak lahir.

Pendidikan dilakukan dengan cara membentuk karakter anak, mengajarkan anak untuk berperilaku baik, serta mengasah pola pikir mereka. Hal itu didapat dari motivator hidup sang anak, yaitu ayah dan ibunya.

Selain itu orang tua juga mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anaknya, yaitu tanggung jawab moral, sosial, serta kesejahteraan anak baik lahir maupun batin. Oleh karena itu peran keluarga sangat penting dalam keberhasilan pendidikan anak.

Saat ini, masih ada orang tua yang kurang memperhatikan dan mengarahkan anaknya. Mereka sibuk dengan kepentingannya masing-masing sehingga lupa dengan kewajiban utama sebagai orang tua yaitu memenuhi hak anak, salah satunya hak mendapatkan pendidikan. Jika anak kurang mendapatkan arahan dan bimbingan serta kasih sayang dari orang tuanya mereka akan menjadi anak yang kurang patuh serta tindakan yang dilakukannya tidak bisa terkendali dan tidak terkontrol.


Contoh kasus yang sering terjadi ialah anak tidak mendapatkan pendidikan yang layak karena kelalaian dan ketidaktahuan orang tua dalam mencari informasi tentang pendidikan. Salah satunya, orang tua tidak memiliki dokumen kependudukan yang lengkap sehingga tidak dapat mendaftar ke sekolah negeri. Akhirnya, sang anak tidak mendapatkan pendidikan gratis di sekolah negeri.


Padahal pemerintah khususnya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud ) sudah membuat program wajib belajar 12 tahun dengan tujuan agar seluruh anak-anak di Indonesia mendapatkan pendidikan gratis.


Terlepas dari kasus tersebut, orang tua juga harus mulai merubah pola pikir yang hanya memberikan dan mempercayai pendidikan anak di sekolah, tanpa memantau atau memonitori pendidikan anak di rumah atau di lingkungan sekitar.

Orang tua harus lebih peduli lagi dengan pendidikan anaknya. Seperti pendapat dari salah satu orang tua, Ganda Sinaga, “Peran keluarga sangat penting, karena orang tua yang bertanggung jawab dalam memberikan arahan untuk pendidikan anaknya.”

Ia menambahkan, “Learning by doing, orang tua harus bisa memberikan contoh perilaku yang baik untuk anaknya itu juga bagian dari pendidikan. Orang tua harus bisa menempatkan diri sebagai sahabat untuk anaknya, agar anak tidak pernah merasa sendiri dan malah mencari kesenangan di luar rumah. Orang tua juga harus bisa memonitori anaknya. Dimana mereka? Sedang apa mereka? Apa yang mereka lakukan di luar rumah? Agar anak tidak salah arah saat bergaul di luar rumah.”

Dari pembahasan ini, diharapkan mampu mendorong keingintahuan orang tua terhadap pendidikan anaknya baik di sekolah, di tempat les, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini diperlukan agar Indonesia menghasilkan anak yang hebat dan dapat meningkatkan kesejahteraan pendidikan anak di Indonesia.

Sabtu, 14 September 2019

Remaja Asal Cirebon Mengguncang Panggung The Voice of Germany

Claudia ketika tampil di The Voice of Germany



Dalam episode pertama "The Voice of Germany" (TVOG) season 9, seorang kandidat bernama Claudia Emmanuela Santoso telah mencuri perhatian para juri. Remaja berusia 18 tahun asal Cirebon ini membawakan lagu "Never Enough" dari Loren Allred.

Dilansir dari video yang diunggah akun YouTube The Voice of Germany, Claudia mengaku sudah tinggal selama satu tahun di Munich, Jerman.

Pada waktu 1 menit 10 detik, Rea Garvey, juri pertama yang menekan tombol ‘I Want You’. Tak berapa lama kemudian juri lainnya, yaitu Sido, Alice Merton, dan Mark Forster ikut menekan tombol ‘I Want You’.


Tak hanya juri, semua penonton di studiopun ikut terpukau dengan suara indah Claudia. Setelah penampilan, Rea Garvey naik ke atas panggung dan berkata, "Kamu luar biasa." Dia menantang remaja itu untuk menyanyikan lagu itu kembali. Para penonton juga ikut berteriak meminta Claudia untuk bernyanyi lagi. Akhirnya ia menyanyikan lagu itu kembali.

Setelah penampilan kedua, juri Alice Merton naik ke atas panggung dan berkata kepada Claudia, "Apakah Anda melihat wajah saya? Saya benar-benar menangis untuk pertama kalinya dalam acara ini karena itu sangat indah."

Merton tersentuh dengan suara Claudia, "Saya benar-benar membutuhkan Anda di tim saya karena Anda mengguncang dunia saya," kata Alice Merton kepada Claudia Emmanuela Santoso supaya bergabung dengan timnya.

Semua juri yang lain juga ingin memasukkan Claudia dalam tim mereka. "Kau benar-benar memberi kami, momen yang luar biasa," kata Rea Garvey. Sido terkesan oleh suara Claudia, "Kamu memiliki suara yang bagus. Mungkin suara terbaik yang pernah kudengar di sini."

Mark Forster ikut berkomentar, "Claudia ketika Anda bernyanyi, rasanya seperti kembang api pecah. Rasanya seperti Anda sudah di Final. Saya tidak tahu di mana batasnya. Tetapi, saya akan berjuang untuk menemukan dan menghantar Anda ke Final," kata penyanyi itu.

Pada akhirnya, Claudia memutuskan juri yang akan melatihnya dalam The Voice of Germany. "Aku akan masuk ke tim Alice," dia mengumumkan. Alice Merton terharu, kemudian ia turun dari kursinya dan menghampiri Claudi untuk memeluknya.


Memahami Isi Hati Anak Broken Home



Gambar dokumen pribadi

Tulisan ini sudah diterbitkan dikanal Bandung Berita

Anak Broken Home? Hal pertama apa yang akan terlintas dipikiranmu? Seorang yang pembrontak? Brutal? Coba kau hilangkan pemikiran tentang hal itu. Cobalah baca cerita ini dengan perlahan dan pahami dari sudut pandang yang berbeda.

Setiap anak pasti mengidamkan dilahirkan dari keluarga yang lengkap dan harmonis. Contohnya memiliki Ayah tegas dan bertanggung jawab. Ia bisa menjadi tulang punggung keluarga sekaligus melindungi keluarganya. Selanjutnya memiliki Ibu, orang yang dikasihi oleh Ayah, berhati lembut, guru terbaik ketika mengajar di rumah, koki yang hebat dalam memasak. Lebih baik lagi jika memiliki Kakak atau Adik, seorang yang bisa diajak tertawa bersama ataupun bertengkar.

Ya begitulah kurang lebih gambaranku tentang sebuah keluarga yang lengkap dan harmonis, yaitu adanya keberadaan Ayah, Ibu, Kakak, Adik dan tinggal di satu atap yang sama. Jika semua hal itu dimiliki oleh kamu, seharusnya kamu patut bersyukur. Karena tidak semua orang memiliki hal itu, bahkan mungkin ada seseorang yang ingin berada di posisi kamu. Contohnya itu aku.

Aku terlahir dari keluarga yang broken, yaitu keluarga yang tidak utuh. Ayah dan Ibuku berpisah ketika aku masih berumur 2 tahun. Tak begitu banyak hal yang kuingat saat mereka berpisah. Yang jelas mereka memilih untuk melanjutkan hidup masing-masing, tanpa memikirkan perasaanku.

Jika kamu umat beragama pasti langsung berpendapat, “Memang inilah takdir yang diberikan Tuhan untukmu dan kamu tidak bisa menyangkalnya.” Ya iyalah masa aku menentang kehendak Tuhan, dia kan yang menciptakan aku.

Mungkin di luar aku terlihat baik-baik saja, tersenyum dan tertawa seolah-olah aku adalah seseorang yang cukup kuat untuk menghadapi kejadian ini. Sebenarnya, tidak. Bahkan dibilang tidak sama sekali.

Ada saat aku menangis sendiri di sudut kamar. Menginginkan hal-hal kecil yang biasa dialami oleh keluarga utuh. Seperti, menonton tv bersama, makan malam di meja yang sama, atau mungkin berbagi cerita tentang kehidupanku di kampus. Hal-hal kecil itu tidak bisa aku lakukan karena Ayah dan Ibuku kini sudah memiliki kehidupan masing-masing.

Di tahun 2014, ketika aku di SMP, saat itu jam pulang sekolah berbunyi, semua siswa berhamburan untuk ke luar sekolah begitu pula aku dan teman-temanku. Saat di pintu gerbang sekolah, aku melihat orang tua dari beberapa temanku menjemput mereka di sekolah. Ada yang menjemputnya  menggunakan motor, ada juga yang menjemputnya menggunakan mobil.

Kamu tahu apa yang ada dipikiranku? Ya, aku juga mau dijemput seperti itu. Ketika dijemput, orang tua akan bertanya, “Bagaimana sekolahnya tadi? Apakah ada hal yang menyenangkan?” Aku juga mau seperti itu, tetapi kenyataanya tidak. Aku pulang sekolah hanya dengan angkutan umum. Aku tidak dijemput oleh Ayah atau Ibu, mereka sibuk bekerja dengan dalil untuk menafkahi aku sehingga tidak sempat untuk menjemputku.

Di tahun 2017, ketika aku lulus SMK, aku bingung jika ada acara wisuda di sekolah, siapa yang akan aku undang untuk hadir dalam wisudaku. Ayah atau Ibu? Aku tak mungkin mengundang mereka berdua sekaligus karena saat ini mereka sudah memiliki pasangan baru untuk melanjutkan hidup.

Hal itu sempat membuatku khawatir dan terpikirkan. Untungnya, Tuhan membantuku dan memberikan jawaban bahwa wisuda SMK akan diadakan di Jogja jadi orang tua tak perlu ikut datang. Aku lega sekaligus bersyukur, memang Tuhan itu maha tahu apa yang dibutuhkan Hamba-Nya.

Di lain hal, yaitu di dalam kehidupan masyarakat. Orang-orang masih saja melabeli bahwa anak “Broken Home” itu semuanya sama. Liar, suka melawan, tidak memiliki adab ataupun moral, dan label negatif lainnya.

Hal itu cukup memprihatinkan karena  tidak semua anak “Broken Home” itu sama. Kalau pun sebagian dari kami ada yang seperti itu, cobalah bimbing kami, beritahu kami, agar kami bisa memperbaiki diri, bukannya malah melabeli kami itu tidak baik. Lagipula, banyak juga dari kami yang bisa beradaptasi dengan baik, berteman, berprestasi, dan tumbuh menjadi seseorang yang berkepribadian kuat serta dewasa.

Hidup kami itu sudah cukup berat, menerima kenyataan bahwa keluarga kami tidak utuh. Harapanku semoga tidak ada lagi masyarakat yang melabeli anak “Broken Home” itu buruk. Karena hal itu dapat menambah beban dan memicu emosi dalam diri kami. Jadi, cukup rangkul dan bimbing kami, setidaknya jadilah pendengar yang baik untuk kami.

Terakhir, untuk siapa pun yang terlahir dari keluarga broken, ingat kalian itu tidak sendiri. Banyak orang di dunia ini juga mengalami hal serupa dengan kalian. Jadi, yang perlu kalian lakukan adalah berkegiatan positif yang menghasilkan prestasi sehingga kalian bisa mematahkan stigma-stigma negatif dari masyarakat tentang anak “Broken Home” dan juga tunjukkan kepada kedua orang tua kalian bahwa kalian juga bisa dan layak untuk sukses.




“KATA MEREKA” tentang Obesitas


Apa kamu yang kamu ketahui tentang obesitas? Adakah di antara kerabatmu yang sudah terkena obesitas?

Obesitas adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak pada tubuh. Obesitas biasanya dipicu oleh gaya hidup yang serba instant. Dimulai dari mengonsumsi makanan cepat saji, pola tidur  yang tidak teratur, dan kurang melakukan aktifitas fisik. Hal ini dapat dicegah dengan cara memilih bahan makanan yang tepat sebelum dikonsumsi dan juga rutin berolahraga setiap harinya.


Setiap orang juga memiliki pandangan tersendiri terhadap kasus obesitas serta cara mencegahnya. Berikut pendapat dari beberapa mahasiswa tentang obesitas;


 Erwanda Ersa (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Psikologi)
“Obesitas itu penyakit yang disebabkan oleh kelebihan berat badan. Perihal mencegahnya, sepengetahuanku, menjaga pola makan dengan baik; seperti makan sayur dan buah; lalu tidak makan yang berminyak seperti gorengan; dan tidak lupa diimbangi dengan olahraga.”
“Aku sendiri belum menerapkan pencegahan yang dibicarakan sebelumnya. Padahal, aku ini tipikal orang yang suka makan sayur dan buah. Tetapi, karena saat ini statusku anak kos, aku suka banget melewatkan jam makan karena tidak ada makanan dan malas untuk masak ataupun beli. Aku juga belum bisa rutin berolahraga karena ada faktor yang sangat mempengaruhi yaitu rasa malas.”


Raafi Firmansyah Yuda ( Universitas Padjadjaran, Jurusan Ilmu Hukum)
“Obesitas adalah gangguan kesehatan karena adanya lemak berlebih di dalam tubuh. Selagi dapat dicegah alangkah baiknya sejak dini harus menjaga pola makan dan rutin berolahraga.”
“Untuk penerapannya ke diri sendiri, saya sudah menjaga pola makan dengan cara memilih menu apa saja yang akan dikonsumsi, mengurangi makanan yang mengandung gula tinggi, dan mengurangi konsumsi junkfood. Yang belum saya terapkan adalah olahraga secara rutin.”

Utami Lestari ( Universitas Gunadarma, Jurusan Sistem Informasi)
“Obesitas adalah kondisi kelebihan berat badan. Untuk pencegahannya dilakukan dengan cara berolahraga secara rutin, menjaga pola makan, serta pola tidur.”
“Cara mencegah obesitas yang disebutkan sebelumnya udah aku terapin ke diri sendiri. Selain karena faktor kesehatan, aku juga sudah bosan memiliki berat badan lebih. Lalu, faktor lainnya karena baju yang bagus dan dijual dengan harga murah, biasanya hanya menyediakan size “small”.


Adhelia Shalsabila ( PKN STAN, Program Studi Kebendaharaan Negara)
“Menurutku, Obesitas itu kondisi di mana tubuh memiliki berat jauh di atas berat normal, biasanya obesitas itu identik dengan kata gemuk. Tetapi menurutku, obesitas itu tingkatnya di atas kategori gemuk karena ukuran tubuh penderita obesitas itu dihitung sudah membahayakan. Biasanya obesitas itu terjadi secara bertahap tanpa disadari karena pola hidup yang kurang baik.”
“Maka dari itu, pencegahannya balik lagi ke pola hidup si pelaku, pola hidup bukan hanya menjaga makanan yang dikonsumsi, tetapi juga harus diimbangi dengan olahraga dan istirahat yang cukup. Untuk penerapannya ke diri sendiri, aku sudah melakukan hal itu. Cuma hal yang susah diubah adalah istirahat dengan cukup. Karena tugas kuliah cukup banyak, memaksakan aku untuk istirahat di atas pukul 12 malam.”




Jumat, 13 September 2019

Pendahuluan: Hallo, Sobat



Hallo Sobat,

Apa kabarmu? Semoga baik – baik saja ya. Kabarku di sini juga baik – baik saja.

Selamat datang di blogku, kuharap kau bisa menjadi pengunjung setia blog ini.

Cerita sedikit, sebelumnya aku sudah memiliki blog (link: rennayavin.blogspot.com), tapi di blog sebelumnya hanya berisi hasil curhatan dan kumpulan tugas ketika aku sekolah. Akhirnya aku memutuskan untuk membuat blog baru dengan konten yang lebih berisi dan bermanfaat hehehe.

Selain itu, blog ini juga akan aku gunakan sebagai bahan untuk penilian tugas Ujian Akhir Semesterku di kuliah. Jadi, aku mohon kepada kamu untuk memberikan interaksi baik share link maupun komentar di blog aku ini ya.

Oh ya, kita belum berkenalan ya. Oke, aku akan memperkenalkan diriku terlebih dahulu.

Hallo, namaku Renna, ketika menulis cerita ini usiaku 20 tahun. Tahun 2019 ini, aku berstatus sebagai mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri Jakarta dengan prodi Jurnalistik. Wow, pasti bayanganmu aku ini sosok yang cerdas dan kritis. Memang, benar aku seperti itu, hehehe.

Gak deh, aku hanya bercanda. Aku hanya seorang mahasiswa biasa yang masih belajar dan mengenal dunia Jurnalistik lebih dalam lagi. Sebelumnya, kuliah di Jurnalistik memang pilihan aku sendiri tanpa paksaan ataupun hasutan dari orang lain.

Cerita lagi, sedikit saja, jadi aku memilih prodi Jurnalistik karena dahulu aku pernah ditolak magang di salah satu media besar di Indonesia. Aku gagal di tahap wawancaranya. Hal itu benar – benar membuatku sedih dan bertekad untuk melanjutkan studi di bidang Jurnalistik. Aku ingin memperdalam pengetahuanku tentang Jurnalistik agar nantinya aku bisa melamar dan bekerja di media besar yang pernah menolakku tsb. Doakan ya, sobat!

Di lain hal, aku juga ingin sekali menjadi news anchor atau pembaca berita. Aku ingin mewawancarai orang – orang hebat seperti presiden, mentri, atau public figure yang menginspirasi. Panutanku adalah Mba Nana dan Mba Rosi. Doakan lagi ya sobat supaya aku bisa sehebat mereka!

Mungkin cukup sampai di sini saja ceritaku. Sekarang, maukah kau menceritakan sedikit tentang dirimu? Aku akan menghargai dan berterima kasih jika kau berkenan menceritakannya. Semoga kita bisa menjadi teman yang baik ya.

Inilah akhir dari ceritaku, tenang saja kita akan bertemu di cerita selanjutnya. Semoga kau menyukai semua hal yang kuposting di blog ini.

Selamat membaca!