About

Jumat, 11 Oktober 2019

Sebuah Rasa dari Ruang Kelas

Foto: onedio.com

Di suatu pagi yang indah, terdapat sebuah kampus hijau bernama Politeknik Negeri Jakarta. Di sana, terdengar kicauan burung menyanyikan lagu Everything I Do milik Bryan Adams. Tak berapa lama kemudian terdengar suara yang berasal dari ruang kelas. Perlahan diketahui sumber suara berasal dari percakapan antara bangku dan lantai. Beberapa perabot lainnya hanya ikut mendengarkan percakapan mereka.
“Tak terasa sudah pukul tujuh saja ya kawan, apakah kalian sudah bersiap diri untuk menghadapi tingkah – tingkah insan bumi?” tanya bangku kepada semua teman-temannya.
“Sudah bang, semangat yak. Semoga hari ini, bokong yang akan menduduki dirimu lebih ringan dari sebelumnya hahaha,” ucap lantai dengan nada sedikit meledek.
“Inginku juga seperti itu ai, tapi apadaya, aku tidak bisa memilih tuan yang akan menduduki diriku. Kau juga semangat ya. Semoga hari ini, insan bumi sudah membersihkan alas kakinya. Jadi kalaupun dirimu diinjak – injak, kau masih cukup bersih untuk dipijak kembali esok hari,” balas bangku dengan penuh semangat.
Lantai tak menjawab dan tak juga berekpsresi, kekhawatiran tiba – tiba bergejolak dalam dirinya. Setelah ucapan yang dilontarkan oleh bangku, dia teringat dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Seorang dara, menginjak-injak dirinya dengan alas kaki penuh pasir dan berbau tidak sedap. Sepertinya, dara itu telah menginjak kotoran kucing. Ish, menggelikan. Kasihan lantai, coba saja dia berteriak, dia pasti sudah menghina-hina dara tsb.
Sama seperti lantai, bangku juga memikirkan bagaimana nasibnya hari ini. Ia berharap, hari ini dan seterusnya dia akan tetap menjadi sebuah bangku yang utuh. Dia rela dirinya ditindih dengan bokong insan bumi selama bertahun – tahun. Asalkan dia tetap utuh. Ya, utuh sebagaimana bangku biasanya, ada kursi dengan meja kecil di bagian depan.
Dia teringat kejadian dua hari sebelumnya, temannya, kita sebut saja bangku nomor 10 sudah harus angkat kaki dari ruang kelas. Padahal umurnya masih cukup muda untuk berangkat ke gudang. Ia baru berumur 2 tahun. Ia dipindahkan karena sudah tak layak menjadi bangku. Keadaanya memprihatinkan, dia terpisah dari meja mungilnya. Hal itu terjadi karena kecerobohan insan bumi yang duduk di meja mungil tsb sehingga menyebabkan patahan di antara gabungan meja dan kursi. Menyedihkan bukan?
Keheningan sempat terjadi beberapa saat, yang masih terdengar hanyalah suara kicauan burung, yang kini menyanyikan lagu A Whole New World milik Disney. Hingga akhirnya, terdengar suara ting tong ting tong begitu kerasnya. Suara itu muncul dari jam dinding yang ada di ruangan kelas. Pertanda bahwa saat ini sudah pukul 8 tepat, tak lama lagi insan bumi akan memijakkan diri ke ruang kelas.
Semua perabot sudah bersiap diri, sembari berdoa semoga dirinya bisa melalui hari ini dengan selamat tanpa kekurangan satu bagianpun.
Satu per satu insan bumi masuk ke ruang kelas, dengan brutalnya insan ini menarik dan mendorong – dorong bangku secara kasar. Tak hanya bangku yang merasa sakit, lantaipun juga ikut kesakitan. Bagaimana tidak? Insan ini menarik bangku secara kasar, mereka hanya menarik tidak mengangkat sehingga menimbulkan baretan luka di lantai. Untung saja lantainya tidak berdarah kalau berdarah bisa pingsan mereka.
Tak hanya itu, insan bumi juga menodai papan tulis yang putih dan suci. Ah tidak, apakah mereka tidak sadar? Mereka menodai papan dengan spidol permanent, astaga bodoh kali insan ini. Apakah mereka tidak bisa membaca?
Tak henti – hentinya sang spidol meminta maaf kepada papan tulis ketika cairan hitam dari tubuhnya membasahi badan papan tulis yang putih mulus itu. Ia juga tak tahu harus berbuat apa, jikalau dia bisa teriak, ia akan berteriak, “AKU INI SPIDOL PERMANENT BODOH!” Tapi apa daya, si spidol hanya bisa mencaci di dalam hati.
Di lain hal, meja besar juga merasakan kesulitan. Ia harus menampung beban yang berat. Biasanya meja hanya ditindih oleh laptop, proyektok, ataupun gelas. Tetapi, berbeda dengan hari ini, kali ini meja besar dibebani oleh pungung insan. Ya, mereka memanfaatkan waktu luang untuk tidur-tiduran di atas meja sambil cekak – cekik dengan teman sebayanya. Ingin rasanya meja menangis, tetapi tidak bisa karena ia tidak mempunyai mata. Ingin juga rasanya meja mencaci, tetapi tak bisa karena ia juga tidak mempunyai mulut. Pada akhirnya dia hanya mengutuk di dalam hati, “Hey insan, bisakah kamu memperlakukan diriku sebagaimana fungsi dan tujuan awal yang diciptakan Tuhanku? Jadi, tolong hargailah diriku.”
Kini, lantai ikut merintih kesakitan. Bagaimana tidak? Insan bumi berkali-kali menginjak-injak lantai secara keras. Hal itu terjadi karena sang insan merasa kesal setelah kalah bermain game Mobile Legend. Game yang sedang digandrungi ini sering menjadi pemicu kekesalan insan bumi. Padahal kesalnya dengan siapa, yang kena imbasnya siapa.
Ada lagi, selembar kertas mengerang kasakitan karena terpisah dari induknya. Tidak  hanya terpisah, tetapi sang kertas juga diremas oleh insan bumi. Apa salah kertas ini, hey insan bumi? Setelah kau tusuk ia dengan pena, kini kau membuangnya begitu saja. Dia itu tipis dan rapuh, tega kali kau dengannya. Ini baru contoh kecilnya saja. Biasanya insan bumi juga mencabik-mencabik dan menggunting-gunting kertas seenaknya saja.
Kurang lebih, seperti itulah rasa yang terjadi di dalam ruang kelas. Diharapkan kepada insan bumi yang membaca ataupun mendengar cerita ini bisa lebih sadar kembali tentang keberadaan mereka. Bukan hanya sadar melainkan bisa merawat dan mengasihi barang – barang tsb.
Andai saja ada Hak Asasi Barang, pasti barang-barang ini akan sangat senang dan bisa menuntut hak-haknya jika tidak diperlakukan dengan baik. Tidak muluk-muluk, haknya hanya berisi bahwa setiap barang harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Sehingga tak ada lagi barang yang disiksa, dirusak, apalagi dibuang.
Apa perlu barang-barang ini berdemo terlebih dahulu supaya memiliki kekuatan hukum yang jelas? Sehingga jikalau sewaktu-waktu ada barang yang diperlakukan tidak adil oleh insan bumi, mereka bisa menuntutnya. Bagaimana menurutmu, apakah kau setuju dengan ide itu?

4 komentar:

  1. Mereka hanya benda mati yang tak berakal. Jadi lebih baik mengubah yang ber(akal) untuk menggunakan akal nya dengan bijak!

    BalasHapus
  2. Seandainya manusia merasakan kaya mereka. Pasti ga ada yg memperlakukan apapun dengan seenaknya :(

    BalasHapus
  3. Seneng banget aku bacanya bener2 gak kelewat sedikitpun.. ceritanya lucu dan ditulis dari sudut pandang yang menarik, ditunggu cerita selanjutnya!!

    BalasHapus